Menjaga Kesehatan Mental untuk Kesehatan yang Lebih Prima

Sekitar 75% sampai 95% orang dengan gangguan mental, berasal dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang tidak dapat mengakses layanan kesehatan mental sama sekali. Hal ini diungkapkan oleh The World Federation for Mental Health (Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental).
Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) juga mengungkapkan jumlah orang yang memiliki akses pelayanan kesehatan mental masih terbilang sedikit di seluruh dunia. Kesenjangan masih ada dalam perawatan kesehatan mental. Hal itu disebabkan karena selama beberapa dekade, kurang maksimal dalam penyebaran informasi, promosi, pencegahan, maupun perawatan kesehatan mental.
Masih adanya stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang-orang dengan kondisi kesehatan mental. Hal ini sungguh disayangkan dan menjadi perhatian, sehingga mengapa tema kesetaraan menajdi tema besar yang diangkat dalam peringatan World Mental Health Day 2021 (Hari Kesehatan Mental Sedunia 2021)
Tahun 2021, WHO menetapkan tema Hari Kesehatan Mental Sedunia “Mental health care for all: let’s make it a reality” yang kemudian diadaptasi Kemenkes Ri dengan “Kesetaraan Dalam Kesehatan Jiwa untuk Semua” Tema tersebut menjadi titik tolak dalam penanganan kesehatan mental di Indonesia. Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia 2021, Kemenkes RI mengadakan serangkaian kegiatan, diantaranya, membuat lomba poster dengan tema “Hak Asasi Manusia Terkait ODGJ (Orang Dengan Ganguan Jiwa)” selain safari bebas fasum dengan sasaran ODGJ di tiga Kabupaten yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur ada juga webinar dan sarasehan bersama para praktisi kesehatan mental.
Kemeskes RI mengadakan acara puncak peringatan dengan mengadakan kegiatan di rumah sakit jiwa di Solo, Jawa Tengah pada (10/10) “Kita memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang memiliki komitmen yang kuatbuntuk memberikan penghargaan pada pihak yang berkomitmenmembuat Layanan kesehatan jiwa di masyarakat,” ungkap dr Juzi Delianna, M.Epid selaku Subkoordinator Substansi Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Kemenkes RI, dikutip dari Antaranews.com
Fenomena Gunung Es
Remaja juga merupakan kelompok usia yang rentan terhadap gangguan kesehatan mental, terutama di masa Pandemi Covid.19. Organisasi dunia, United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan bahwa Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan terkait kesehatan mental bagi anak-anak dan remaja. Lebih lanjut UNICEF juga mengungkapkan bahwa masalah yang timbul karena pandemi ini mungkin hanyalah ‘puncak gunung es’ kesehatan mental yang sudah terlalu lama terjadi dan terabaikan.
“Dampaknya besar dan yang tampak hanyalah puncak dari gunung es. Sebelum pandemi sekalipun, telah ada begitu banyak anak terbebani masalah kesehatan mental yang tidak memiliki jalan keluar. Investasi yang dikerahkan oleh pemerintah-pemerintah dunia untuk kebutuhan di bidang ini terlalu sedikit. Belum banyak yang mengaitkan pentingnya kesehatan mental yang baik dengan kualitas masa depan seseorang” tandas Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore.
Hal itu didukung kuat dengan data terbaru WHO yang juga menyatakan bahwa secara global, 1 dari 7 anak berusia 10-19 tahun mengalami gangguan mental. Setengah dari semua gangguan tersebut dimulai pada usia 14 tahun tetapi sebagian besar tidak terdeteksi dan tidak diobati.
Berjuang untuk Mental yang Lebih Baik
Kesadaran pentingnya kesehatan mental di Indonesia semakin hari semakin meningkat, terlihat dari banyaknya peran pakar kesehatan mental yang membagikan banyak infromasi tentang kesehatan mental di media sosial. Membuat peningkatan kesadaran dan pembahasan tentang kesehatan mental menjadi tidak tabu lagi.
Perjuangan ini mungkin belum terlihat hasilnya, karena masih banyak juga kita saksikan perundungan yang terjadi di sosial media. Upaya penyebarluasan ilmu tentang kesehatan mental yang masif tentu menjadi upaya baik untuk menghalau semua berita negatif seputar kesehatan mental.
Ikuti saja akun sosial media beberapa praktisi kesehatan mental, setiap hari akan banyak kita dapatkan pemikiran positif termasuk tips menjalani gangguan kesehatan mental.
Berikut beberapa akun youtube, Instagram ataupun website seputar kesehatan mental yang mungkin bermanfaat membuat kesehatan mental menjadi lebih baik :
- Youtube Andri Psikosomatik https://www.youtube.com/c/AndriPsikosomatik
- Youtube Adjie SantosoputroTV https://www.youtube.com/c/AdjieSantosoputroTV
- Youtube Analisa Chanel https://www.youtube.com/user/analisa431
- Instagram @ary.ginanjar https://www.instagram.com/ary.ginanjar/?hl=id
- Instagram @drasiyahdahlan https://www.instagram.com/draisahdahlan/?hl=id
- Instagram @jiemiardian https://www.instagram.com/jiemiardian/?hl=id
- Website pdksji.org
- Website sehatmental.id
- Website silmikamilahrisman.com
Tips sederhana menyembuhkan diri dari luka ala mantan Presiden RI ke-3, Bachruddin Jusuf Habibie berikut layak dicoba, apakah itu? Simak kisahnya.
Selepas meninggalnya Ibu Ainun, B.J Habibie mengaku mengalami depresi, hal itu diungkapkan beliau pada wawancara yang dilakukan dengan Majalah Tempo pada 16 Januari 2013.
B.J Habibie mengalami kondisi Psikosomatis Malignant, karena mengalami kesedihan mendalam sepeninggal kekasih jiwanya selama-lamanya. Habibie diberi 4 pilihan oleh dokter untuk membuat kondisinya lebih baik dengan cara :
- Dirawat di rumahsakit jiwa
- Tetap di rumah, tetapi ada tim dokter Ondonesia dan Jerman yang ikut merawat
- Curhat kepada orang-orang terdekat
- Menulis

Sampul Buku Habibie & Ainun Foto : Istimewa
“Saya pilih menulis, saya pilih yang keempat,” ungkap B.J Habibie. Lantas semua kisah bersama Ibu Ainun dituliskan dan kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul “Habibie & Ainun” Buku tersebut kini telah dicetak ke berbagai bahasa, yakni bahasa Indonesia, Arab, Inggris, Jerman dan Jepang. Juga telah difilmkan dengan 4.583.641 penonton (sumber : Wikipedia)
Ternyata pilihan B.J Habibie untuk menulis sebagai self-healing adalah tepat dan bermanfaat.
Semoga dengan kesehatan mental yang semakin baik, membuat kesehatan secara keseluruhan juga semakin membaik.
Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental.
Jadilah manager terbaik untuk diri sendiri.
dasuciana