Perkembangan PISPK di Provinsi Jawa Tengah

Saya diundang untuk menjadi narasumber pada Workshop Penguatan Integrasi PISPK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 16 – 18 Oktober 2018 di Griya Persada Bandungan Jawa Tengah. (PISPK). Pertemuan ini dihadiri oleh utusan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di seluruh Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar Pelatihan Kesehatan Jawa Tengah, Balai Kesehatan Masyarakat, pengelola program dan pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 1. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Dr. Yulianto Prabowo MKes, setelah membuka wokshop berkenan presentasi tentang perkembangan PISPK di Jawa Tengah.
Pertemuan dibuka oleh Bapak Dr. Yulianto Prabowo MKes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus berkenan memaparkan perkembangan PISPK di Jawa Tengah. Saya diminta menjadi narasumber untuk untuk menjawab 2 pertanyaan mereka yaitu:
• Apa dan mengapa IKS dijadikan output pada PISPK?
• Tantangan PISPK terkait Aplikasi Keluarga Sehat
IKS sebagai output PISPK
Jawabannya sederhana, tetapi latar belakang ilmiahnya cukup panjang.
IKS atau Indeks Keluarga Sehat mengandung makna sebagai berikut:
• Unitnya adalah keluarga inti
• Merupakan indikator komposit dari 12 indikator keluarga sehat
• Merupakan hasil pembagian antara indikator yang baik dibagi seluruh indikator yang berlaku untuk keluarga tersebut
• Besarannya antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik)
• Klasifikasi kesehatan keluarga: tidak sehat (<0,5); pra-sehat (0,5-0,8) dan sehat (>0,8)
• IKS wilayah adalah jumlah keluarga sehat dibagi jumlah seluruh keluarga di wilayah tersebut
• Klasifikasi IKS wilayah: tidak sehat (<0,5), pra-sehat (0,5-0,8) dan sehat (>0,8)
Bagaimana cara penentuan 12 indikator keluarga sehat? Paradigma sehat adalah pilar yang diharapkan bisa menjamin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, oleh karena itu bila digunakan pendekatan keluarga maka keluarga sehat harus mencerminkan masalah kesehatan utama tidak terjadi pada keluarga tersebut. Dengan demikian bila banyak keluarga yang dinyatakan sehat, maka masalah utama kesehatan juga teratasi. Itulah sebabnya 12 indikator keluarga sehat yang terpilih adalah mewakili prioritas program Kemkes.
Mengapa indikaktor 12 indikator keluarga sehat sifatnya sederhana? Paradigma sehat diharapkan merupakan implementasi dari UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) yang membutuhkan partisipasi aktif masyarakat. Untuk itu indikator harus sederhana, namun mengandung makna promotif, preventif dan deteksi dini. Apalagi dapat disimak bahwa setiap penyakit apapun jenisnya, pencegahannya selalu tertuju kepada perilaku hidup sehat dengan lingkungan yang sehat pula. Sebaliknya pada UKP (Upaya Kesehatan Peorangan) cenderung mengarah ke pelayanana spesialistik, yang tentu saja harus harus ditangani tenaga kesehatan tertentu bahkan spesialis tertentu, dengan risiko partisipasi pasien menjadi lebih terbatas.

Gambar 2. Rentang kegiatan UKM – UKP dilihat dari 5 langkah pencegahan terhadap penyakit
Dari prioitas program kesehatan, tadinya diusulkan 20 jenis indikator keluaga sehat, namun setelah diuji coba di 4 lokasi (Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel), kemudian dalam musyawarah antar seluruh eselon 1, eselon 2 yang dipimpin langsung leh Ibu Menteri Kesehatan, disepakati untuk memilih 12 indikator keluaga sehat tersebut. Sifatnya yang sederhana dan jumlahnya relatif sedikit agar cakupannya dapat dengan cepat menjangkau seluruh keluarga di wilayah kerja Puskesmas.

Gambar 3. Apapun penyakitnya, untuk pencegahannya mengarah ke perilaku hidup bersih dan sehat
Bagaimana penjelasan tentang IKS dikaitkan dengan kesehatan masyarakat? IKS dan 12 indikator keluaga sehat sebenarnya merupakan bentuk sederhana dari IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) dengan 30 indikator kesehatan utama yang membentuknya. IPKM digunakan sebagai bahan advokasi kepada Bupati/Walikota dan anggota DPRD untuk menggambarkan secara ringkas peringkat kesehatan masyarakat wilayahnya bila dibandingkan dengan Kab/Kota lainnya di Indonesia. Bagaimana cara meningkatkan IPKM, jawabannya ada pada 30 indikator kesehatan utama yang paling lemah di wiilayah yang bersangkutan. Pola yang lebih sederhana diberlakukan untuk IKS dan 12 indikator keluarga sehat, namun dapat dimanfaatkan kapan saja dan oleh banyak kalangan, melalui peringkat berbagai tingkatan adiminstratif dari provinsi, kab/kota, kecamatan, puskesmas, desa/kelurahan, Dusun/RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga). Bila IPKM dihasilkan setiap 5 tahun (karena berbasis Riskesdas) maka IKS bisa dilakukan setiap tahun, setiap 6 bulan, setiap bulan, bahkan setiap saat, karena sifatnya yang disajikan secara real time oleh aplikasi keluarga sehat.

Gambar 4. Perbandingan IKS dengan induknya: IPKM
Itulah serangkaian penjelasan, kenapa IKS merupakan output dari PISPK. Di masa desentralisasi Pemerintah Pusat tidak bisa secara langsung memerintah kab/kota seperti di jaman sentralisasi dulu, oleh karena itu membuat peringkat antar wilayah (antar kab/kota, antar kecamatan, antar desa/kelurahan) adalah cara terbaik untuk memotivasi mereka.
Kajian selanjutnya dengan menggunakan data Riskesdas, dilakukan analisis korelasi antara IKS – IPKM – IPM (Indeks Pembangunan Manusia), maka gambarannya adalah terlihat pada 2 grafik berikut. Ada hubungan erat antara IPM dan IPKM, artinya bila IPKM meningkat maka IPM akan meningkat. Selanjutnya ada hubungan erat antar IPKM dengan IKS, artinya bila IKS meningkat maka IPKM akan meningkat. Jadi dapat dibuktikan bila PISPK dilaksanakan dengan baik maka IKS akan meningkat, yang berdampak IPKM juga meningkat, dan pada gilirannya IPM juga meningkat.

Gambar 5. Korelasi IPM – IPKM dan IPKM – IKS
Tantangan PISPK
Untuk Provinsi Jawa Tengah, meskipun jumlah keluarga yang dikunjungi menduduki peringkat tertinggi, namun bila dihitung persentasenya, cakupan kunjungan keluarga adalah sebesar 29,8% dan berada pada peringkat ke 12 dari 34 provinsi di Indonesia. Cakupan sebesar ini dapat dikatakan bahwa angka IKS dan capaian 12 indikator keluarga sehat relatif sudah stabil. Dengan demikian angka yang ada sekarang untuk IKS dan 12 indikator keluarga sehat lainnya sudah dapat dipakai sebagai data dasar, sehingga bisa dipakai untuk menentukan target pada tahun2 selanjutnya. Ini penting karena sebentar lagi akan dirumuskan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) tahun 2020 – 2024.

Gambar 6. Cakupan kunjungan keluarga menurut provinsi, tertanggal 3 September 2018
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, 3 Septemberi 2018
Bila disimak lebih lanjut cakupan kunjungan keluarga ternyata sangat bervariasi antar Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah, seperti tampak pada tabel berikut. Peringkat tiga terbaik diduduki oleh Kota Semarang, Kab. Rembang dan Kab. Kendal dengan masing-masing mencapai 70,0%; 60,7% dan 58,6%. Sementara peringkat tiga terbawah diduduki oleh Kab. Wonogiri, Kab. Demak dan Kab. Semarang dengan cakupan masing-masing: 1,2%; 2,6% dan 9,9%.
Tabel 1. Cakupan kunjungan keluarga menurut kab/kota di Prov. Jawa Tengah
Sumber: Aplikasi Keluarga Sehat, 3 September 2018.

Gambar 7. Para peserta Workshop Penguatan Integrasi PISPK Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Untuk itu perlu dilakukan 2 jenis pembinaan yaitu bina akselerasi dan bina intervensi sebagai berikut:
1. Dilakukan akselerasi kegiatan kunjungan rumah untuk kab/kota dengan cakupan kunjungan keluarga <30%. Upaya dilakukan terutama untuk mengejar target 30% kunjungan keluarga, agar segera bisa menentukan target pencapaian selanjutnya 2. Bagi kabupaten/kota dengan cakupan kunjungan keluarga >30%, angka IKS dan 12 indikator KS sudah bisa dijadikan data dasar untuk menentukan target pada periode selanjutnya. Sebagai contoh, Kota Solo (Surakarta) sudah dapat menentukan target pencapaian IKS dan 12 indikator keluarga sehat dalam 5 tahun ke depan, misalnya sebagai berikut.
Tabel 2. Target IKS dan 12 indikator KS Kota Solo Tahun 2019 – 2023
Catatan: Ini sekedar contoh yang penulis buat, berapa besaran target yang akan dicapai tentu saja tergantung kesepakatan antara Puskesmas dan Dinkes Kota Solo dengan bimbingan Dinkes Provinsi Jawa Tengah.
Beberapa target memang harus 100%, karena mulai tahun 2019 sudah diberlakukan SPM (Standar Pelayanan Minimal) bidang Kesehatan. Dari sini kemudian bisa dibahas lebih lanjut rencana intervensi apa yang harus dilakukan agar target peningkatan IKS dan 12 indikator KS dapat dicapai. Bila target sudah ditetapkan, kita mempunyai acuan untuk menilai apakah kita bergerak maju, jalan di tempat atau malah mundur.
IKS Provinsi Jawa Tengah adalah 0,188 berarti baru ada 18,8% keluarga yang tergolong sehat bila menggunakan 12 indikator keluarga sehat tersebut. Memang lebih baik dari angka nasional (IKS = 0,165) namun dilihat dari proporsinya, jelas masih menjadi tantangan berat untuk segera membuat keluarga sehat makin banyak. Empat tantangan terberat adalah dalam hal kesehatan jiwa, hipertensi, tuberkulosis dan perilaku merokok. Inilah tantangan besar bagi Provinsi Jawa Tengah, untuk segera mengembangkan banyak model intervensi yang spesifik daerah, sehingga IKS segera meningkat, melalui peningkatan capaian 12 indikator keluarga sehat. Selamat berjuang sobat.