Riset Etnografi Kesehatan di Kab. Gayo Lues, Aceh

Pada tahun 2012 Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan melakukan riset etnografi kesehatan terhadap Suku Gayo di Desa Tetinggi, Kecamatan Blang Pegayon, Kab. Gayo Lues, Aceh. Ada berbagai temuan adat setempat di bidang kesehatan ibu dan anak, yang meski ada positifnya namun banyak aspek negatifnya. Beberapa adat terkait kesehatah ibu dan anak antara lain adalah sebagai berikut:
- Kemel atau malu kalau ketahuan hamil, sehingga ibu hamil cenderung menutupi kehamilannya, akibatnya cakupan ante natal care (ANC) sangat rendah
- Tradisi Nite setelah melahirkan yang terdiri dari:
o Bedapur yaitu memanaskan badan dengan bara api di belakang punggung ibu nifas selama 44 hari
o Wak tuyuh, menggunakan ramuan tradisional yang dimasukkan ke dalam kemaluan ibu nifas
o Wak kuning, menggunakan ramuan tradisional yang direbus dan diminum ibu nifas
o Tradisi memakai pilis di wajah dan perut ibu nifas
• Tradisi turun mani: memandikan bayi yang baru lahir di sungai
Temuan di atas kemudian ditindak-lanjuti dengan riset etnografi lebih lanjut pada tahun 2017, untuk kemudian pada thun 2018 ini mendisain model intervensi yang berbasis kultur budaya setempat, dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat.

Gambar 1. Tim Peneliti dipimpin Prof. Niniek L Pratiwi, bertemu dan berdiskusi dengan Bapak Sekretaris Daerah Kab. Gayo Lues.
Pada tanggal 3-5 Juli 2018, tim peneliti Badan Litbang Kesehatan yang diperkuat pakar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah Kab. Gayo Lues Aceh, untuk memfasilitasi intervensi berbasis kultur budaya setempat, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anaknya. Pertemuan advokasi dilakukan di Kantor Bupati Kab. Gayo Lues Aceh, dibuka oleh Bapak Wakil Bupati Gayo Lues, dihadari aparat lintas sektor dan masyarakat dari kecamatan Blang Pegayon, yang akan menjadi lokasi uji coba intervensi.

Gambar 2. Wakil Bupati Gayo Lues (kiri) memberi arahan dan membuka dengan resmi pertemuan advokasi hasil riset etnografi kesehatan tersebut.
Dalam pertemuan tersebut dipaparkan hasil-hasil riset etnografi kesehatan dari Desa Tetinggi Kec. Blang Pegayon Kab. Gayo Luwes oleh Prof. Niniek L Pratiwi, dilanjutkan dengan pemutaran film yang menggamparkan secara jelas ritual yang dilakukan pada ibu dan anaknya.

Gambar 3. Prof. Niniek L Pratiwi (kanan) didampingi Ibu Kabid Kesra Bappeda Kab. Gayo Lues, sedang menyajikan hasil2 riset etnografi kesehatan di Kab. Gayo Lues
Paparan hasil riset kemudian dilanjutkan dengan beberapa masukan oleh pakar untuk melakukan intervensi berbasis kultur budaya setempat, antara lain dari:
- Dr. Oedojo Sudirham MPH, MA, PhD, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
- Dr. Shrimarti Rukmini Devy, Dra, MKes, juga dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
- Drg. Hendrianto MKes, peneliti dari Badan Litbang Kesehatan
- Saya selaku konsultan pada Health Policy Unit, Setjen Kemkes.

Gambar 4. Dua orang pakar dari FKM UNAIR: Pak Oedojo (kiri) dan Ibu Devy sedang menyampaikan masukannya.
Setelah seluruh masukan selesai disajikan, dilanjutkan dengan diskusi kelompok dari seluruh peserta, untuk merumuskan intervensi yang tepat guna memperbaiki derajat kesehatan ibu dan anak.

Gambar 5. Suasana pertemuan advokasi intervensi berbasis kultur budaya di aula Kantor Bupati Gayo Lues.
Hasil diskusi kelompok kemudian dibahas dalam diskusi pleno, untuk diambil beberapa kesepakatan penting, model intervensi apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kesehatan ibu dan anak di Kab. Gayo Lues, khususnya Desa Tetinggi Kec. Blang Pegayon. Pilihan intervensi dipilih non-direktif sesuai dengan prinsip pemberdayaan masyarakat.

Gambar 6. Sementara peserta berdiskusi kelompok, tim peneliti juga berdiskusi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kab. Gayo Lues: Ibu Dr. Lidawati SpPD (paling kiri).
Di sela2 kegiatan pertemuan advokasi, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke salah satu Puskesmas untuk melihat pelaksanaan PISPK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga). Saya diajak mengunjungi Puskesmas Blangjerango, yang baru tahap awal melaksanakan PISPK. Meskipun belum banyak cakupan keluarga yang dikunjungi, namun 3 masalah besar sudah diketahui yaitu masalah air minum, jamban dan perilaku merokok. Saya menyampaikan beberapa masukan konkrit untuk percepatan dan intervensi PISPK.

Gambar 7. Saya berfoto bersama Pimpinan dan staf Puskesmas Blangjerango, juga tim dari Dinkes Kab. Gayo Lues dan Dinkes Prov. Aceh.