Komputerisasi penyebab kematian; akan memperlancar pelaksanaan CRVS?

Selasa, 15 Mei 2018 merupakan hari yang membahagiakan buat Endang Indriasih, peneliti Badan Litbang Kesehatan Kemkes, yang berhasil mempertahankan disertasinya berjudul: “Studi Validasi Penentuan Penyebab Kematian Karena Stroke dengan Metode Autopsi Verbal oleh Dokter dan Komputer Metode Tariff Dibandingkan dengan Baku Mutu” di Fakultaas Kesehatan Masyarakaat Universitas Indonesia.

Gambar 1. Promotor, ko-promotor dan penguji yang menyanggah disertasi Dr. Endang Indriasih MSi
Studi ini dilatar-belakangi oleh terbatasnya pemanfaatan CRVS (Civil Registration & Vital Statistics) guna menelusuri penyebab kematian, dan kemudian menganalisisnya untuk perbaikan program pembangunan kesehatan masyarakat. Menentukan penyebab kematian selama ini sangat bergantung kepada dokter, sementara dokter sudah banyak kesibukan lain sehingga merumuskan penyebab kematian bukanlah prioritas. Akibatnya berdampak pada masalah kelengkapan, keakuratan, ketepatan waktu dan konsistensi dari informasi yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dicari metode alternatif penentuan penyebab kematian yang layak diterapkan di Indonesia, antara lain dengan menggunakan aplikasi komputer metode tariff. Studi ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan dokter dengan kemampuan komputer metode tariff, dibandingkan dengan baku mutu.

Gambar 2. Dr. Endang Indriasih sedang dilantik sebagai DOKTOR oleh Promotornya Prof. Dr. drg. Indang Trihandini, M.Kes
Metoda penelitian ini adalah dengan disain potong lintang, diambil 298 kasus kematian dari 4 RS di Jakarta. Data rekam medis direview oleh 2-3 dokter sebagai penentu penyebab dasar kematian, yang dijadikan baku mutu pada studi ini. Setelah itu keluarga diwawancara oleh tenaga terlatih dengan memakai instrumen autopsi verbal (AV) dengan instrumen AV WHO 2014 dan instumen AV PHMRC (Population Health Metrics Research Consorsium) 2014. Hasil AV diinterpretasi oleh 2 metode: dokter dan aplikasi komputer metode tariff, untuk kemudian dibandingkan kemampuannya. Pada studi ini digunakan penyebab kematian stroke sebagai kasusnya, mengingat stroke merupakan penyebab kematian terbanyak.

Gambar 3. Dr. Endang Indriasih MSi, berfoto bersama promotor, ko-promotor dan pengujinya setelah dinyatakan lulus sebagai doktor.
Hasil uji diagnostik menunjukkan kemampuan prediksi komputer metode tariff sebagai penentu penyebab dasar kematian karena stroke memberikan hasil sensitifitas 75.1%, spesifisitas 61.2%, nilai prediksi positif (NPP) 90.8%, dan nilai prediksi negatif (NPN) 32.6%. Sementara kemampuan prediksi dokter hasilnya adalah: sensitifitas sebesar 73.9%, spesifisitas 73.5%, NPP 93.4% dan NPN 35.6%. Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan komputer metoda tariff dengan kemampuan dokter dalam menentukan penyebab kematian.
Selain itu ditemukan pula bahwa sebanyak 90% hasil interpretasi AV hanya memiliki satu penyebab kematian.

Gambar 4. Dr. Endang Indriasih, MSi, bersama suami dan kedua putranya.
Analisis perhitungan biaya menunjukkan bahwa biaya pelaksanaan komputer metode tariff dalam kegiatan CRVS lebih efisien dibandingkan dengan penentuan autopsi verbal oleh dokter, yakni dapat menghemat 34% pada tahun pertama dan menghemat 58% setiap tahun tahun berikutnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa autopsi verbal dengan komputer metode tariff memiliki kemampuan prediksi hampir sama dengan autopsi verbal oleh dokter dan lebih efisien karena:
• Praktis dan kekinian karena menggunakan tablet dengan instrumen PHMRC yang pendek.
• Waktu lebih singkat karena tidak perlu menunggu kehadiran dokter
• Biaya juga lebih murah, lebih dari separuhnya bisa dihemat dibandingkan menggunakan dokter.
Selamat untuk Dr. Endang Indriasih MSi, semoga temuan anda dapat mempercepat pelaksanaan CRVS di banyak kab/kota di Indonesia, sehingga dapat dianalisis penyebab kematiannya, yang pada gilirannya bisa digunakan untuk merumuskan kebijakan dan implementasi program kesehatan yang lebih terarah.

Gambar 5. Dr. Endang Indriasih Msi, berfoto bersama koleganya dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemkes.