Melihat pelaksanaan Ristoja 2017

Ristoja (Riset Tumbuhan Obat dan Jamu) adalah riset yang dilakukan oleh Badan Litbang Kesehatan bekerjasama dengan Universitas dan Lembaga Penelitian lainnya, yang bertujuan untuk mendata semua jenis tumbuhan obat dan ramuan jamu yang ada dan digunakan dalam pengobatan tradisional di seluruh Indonesia. Sampai saat ini Ristoja sudah dilakukan sebanyak 3 kali, yang pertama tahun 2012, disusul yang kedua tahun 2015 dan tahun 2017 adalah yang ke tiga.
Selama 3 hari, tanggal 16 – 18 Mei 2017 saya berkesempatan melihat pelaksanaan Ristoja ke provinsi NTB, yaitu ke Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu. Saya mengunjungi base-camp tim untuk melihat bahan yang berhasil mereka kumpulkan berupa bagian tanaman yang akan dibuat herbarium dan juga bagian tanaman yang digunakan sebagai ramuan jamu. Dalam pelaksanaan riset, praktis lancar, informan relatif terbuka dan mudah berkomunikasi. Namun diakui variasi tumbuhan obat tidak terlalu banyak.

gambar 1. bahan herbarium dan ramuan jamu.
Saya juga berkunjung ke Desa Sambori, salah satu desa di Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima yang ada pengobat tradisional dan punya kelompok penggiat TOGA (Taman Obat Keluarga). Desa ini merupakan salah satu penghasil empon2. Disamping itu mereka mempunyai sebidang tanah untuk budi daya tanaman obat. Mereka memiliki Kelompok Asuhan Mandiri Tanaman Obat Keluarga “Lestari” dipimpin oleh Ibu Siti Aisyah, dan membuat buku saku petunjuk pemanfaatan TOGA (ditulis tangan), memberikan beberapa ramuan untuk berbagai penyakit.

Gambar 2. Kelompok Asuhan Mandiri Tanaman Obat Keluarga “Lestari” dipimpin oleh Ibu Siti Aisyah
Desa ini juga punya seorang pengobat tradisional yang dikenal masyarakat luas, yaitu Bapak Abdillah SH yang akrab dipanggil Alis Dole, ramuan utamanya adalah untuk obat tumor dan kista.

Gambar 3. Bapak Abdillah SH yang akrab dipanggil Alis Dole

Gambar 4. Foto bersama tokoh masyarakat Desa Sambori dan tim ristoja Kab. Bima Ristoja di Kabupaten Dompu juga praktis tanpa halangan yang berarti. Informan juga sangat terbuka. Ada pengobat tradisional yang menggunakan supra natural disamping ramuan obat. Ini beberapa hasil ristoja yang mereka telah kerjakan. Kami berdiskusi di base-camp mereka dan diakhiri dengan foto bersama.
Di Desa Maria Kecamanta Wawo Kabupaten Bima juga terdapat seorang pengobat tradisional jamu, Ibu Khadijah yang akrab dipanggil Inadoji. Untuk keperluan ramuannya beliau membuat kebun tanaman obat sendiri, sehingga untuk membuat ramuannya, sebagian besar diperoleh dari kebunnya sendiri. Beliau mempunyai 14 ramuan untuk beragam penyakit. Tampak Inadoji beserta peralatan tradisionalnya.

Gambar 5. Ibu Khadijah yang akrab dipanggil Inadoji.
Ada yang memprihatinkan di Kab. Bima maupun Dompu. Komoditi yang diunggulkan sekarang adalah jagung. Jadi penduduk memanfaatkan lahan di bukit2 untuk menanam jagung, sehingga yang tadinya multikultur menjadi monokultur. Ini mengandung bahaya antara lain:
- Kerusakan lahan, longsor dan banjir akan lebih mudah terjadi. Ini sudah dialami karena sekitar 4 bulan yang lalu Bima terkena banjir bandang.
- Keaneka-ragaman hayati berkurang, terbukti dengan keluhan para battra yang sulit mencari tumbuhan tertentu yang merupakan bagian dari ramuan jamu mereka.
Untuk ini Pemerintah Daerah harus diingatkan, agar dirumuskan tata ruang pemanfaatan lahan dengan bijak, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi jagung dan kelestarian keaneka ragaman hayati serta pencegahan longsor dan banjir.

Gambar 6. Foto bersama tim Ristoja Kabupaten Dompu