Kondisi ibu sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak

Banyak anak Indonesia yang mengalami gangguan pertumbuhan linier atau tinggi badan tidak mencapai standar. Temuan Riskesdas 2013 menunjukkan 20,2% bayi yang dilahirkan tergolong pendek atau panjang badan <48 cm, dan pada balita sebesar 37.2%. Bagi anak yang stunting, kemungkinan akan menderita gangguan perkembangan di usia selanjutnya, bahkan lebih mudah terkena penyakit tidak menular dibandingkan mereka yang normal.
Untuk mengetahui lebih lanjut berbagai aspek yang berkaitan antara kondisi ibu dan kejadinan stunting beserta risiko lainnya pada anaknya, Ibu Pusparini, dosen pada Akademi Gizi Kemkes RI di Bandung mengajukan disertasi doktoralnya dengan judul: Status Gizi Ibu Sebagai Faktor Risiko Panjang Lahir Rendah Serta Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Linier dan Perkembangan Kognitif Anak Usia 3 tahun.
Metodanya dengan mengikuti dan menganalisis lebih lanjut studi longitudinal yang dilakukan Badan Litbang Kesehatan yang pada dilakukan pengukuran kembali ketika subyek berusia 3 tahun dengan disain nested case control dengan jumlah sampel 39 kasus dan 111 kontrol.
Beberapa temuan menarik antara lain:
Faktor risiko utama pada ibu hamil yang berpengaruh pada panjang lahir rendah adalah defisiensi vitamin A (retinol serum < 20 µg/dl) pada trimester kedua dan indeks massa tubuh (IMT) < 18.5 kg/m2 pada awal kehamilan. Artinya ibu hamil dengan defisiensi vitamin A dan IMT rendah mempunyai risiko yang lebih besar untuk mendapatkan bayi dengan panjang lahir rendah.
Telah lebih lanjut ditemukan bahwa gangguan pertumbuhan linier sejak lahir, usia 6 bulan dan 1 tahun berpengaruh terhadap pertumbuhan linier anak usia 3 tahun. Bayi dengan panjang lahir rendah sulit untuk memiliki panjang normal. Namun bayi dengan panjang badan lahir normal juga berpeluang mengalami gangguan pertumbuhan linier pada usia 3 tahun. Beberapa faktor risiko gangguan pertumbuhan linier anak usia 3 tahun adalah adanya gangguan pertumbuhan linier waktu berusia 1 tahun, morbiditas atau terkena penyakit dan kekurangan zat gizi mikro (seng dan vitamin A).
Sedangkan untuk perkembangan kognitif anak usia 3 tahun, faktor yang mempengaruhi adalah status anemi ibu hamil, pola asuh psikososial. Temuan2 tersebut menguatkan berbagai temuan lainnya, bahwa kondisi ibu amat menentukan keadaan anaknya, termasuk status gizi dan tingkat perkembangannya.
Ada temuan menarik seperti yang terlihat dari gambar berikut.

Gambar 1. Pertumbuhkan anak 0-3 tahun (tinggi badan menurut umur) pada tiap kelompok status gizi. PLR: panjang lahir rendah GPL: gangguan pertumbuhan linier
Jadi mereka yang lahir normal, tetap mempunyai kemungkinan untuk menjadi stunting, karena itu kita harus menjaga agar anak yang normal tetap normal. Sebaliknya mereka yang stunting, tetapi punya potensi untuk tumbuh normal bila kita beri asuhan yang baik dan benar.
Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa untuk semua kelompok status gizi, laju perteumbuhan terpesat adalah pada usia 0-6 bulan. Terbukti pula bahwa ASI (air susu ibu) memegang peran penting dalam laju pertumbuhan ini. Jadi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sejak bayi dilahirkan, adalah faktor utama pesatnya laju pertumbuhan, untuk semua kelompok status gizi.

Gambar 2. Laju pertumbuhan anak 0-3 tahun menurut kelompok status gizi.
Anak adalah titipan dari Allah SWT, yang harus kita asih, asuh dan asah dengan cara terbaik, agar kelak menjadi anak yang terbaik juga.