Kemah Bakti Saka Bakti Husada Tanpa Lahan Perkemahan, Mengapa Tidak?

Penulis : KodratPramudho
(Anggota Mabi Saka Bakti Husada Tingkat Nasional/ Pembina Gudep 10243-10244 Jakarta Timur)
Satuan Karya Pramuka Bakti Husada selanjutnya disingkat Saka Bakti Husada merupakan salah satu Saka dari 11 Saka yang ada. Saka Bakti Husada lahir pada tanggal 17 Juli 1985 atas kerjasama Kemenkes dan Kwarnas Gerakan Pramuka.
Setelah 34 tahun Saka Bakti Husada telah menyelenggarakan kemah bakti tingkat nasional sebanyak 5 (lima) kali mulai dari di Gowa (Sulsel, 1995), Tanggamus (Lampung, 2001), Sumedang (Jabar, 2016), Gorontalo (Gorontalo, 2011) dan Blitar (Jatim, 2016). Menurut jadwal lima tahunan Pertinas Saka Bakti Husada akan berulang yang ke-enam pada tahun 2021.
Tentu di berbagai daerah dan cabang telah menyelenggarakan perkemahan bakti dengan frekuensi yang berbeda-beda. Kendala yang dihadapi oleh pengurus Saka Bakti Husada untuk menyelenggarakan perkemahan salah satunya adalah lahan perkemahan atau bumi perkemahan. Karena belum semua daerah dan cabang memiliki bumi perkemahan yang representatif.
Pramuka memang harus kreatif dan ternyata dapat diselenggarakan kemah bakti meskipun tidak menggunakan atau memiliki lahan perkemahan untuk menggelar tenda bagi peserta.
Solusinya adalah peserta didik berkemah di depan atau sekitar rumah atau berdekatan dengan keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Bukan berarti kemah bakti tersebut tidak membutuhkan lapangan.
Lapangan tetap diperlukan yang terbatas hanya akan digunakan untuk upacara pembukaan/pentupan dan untuk panggung pentas seni dari peserta didik yang sekaligus akan menjadi wahana hiburan masyarakat desa setempat.
Fakta di lapangan bahwa tidak ada keluarga yang tidak memiliki masalah kesehatan, dan bedanya hanya pada proses menyelesaikan masalahnya dengan kemampuan yang berbeda-beda. Ada 3 (tiga) kategori masalah kesehatan dalam keluarga yang ditinjau dari cara penyelesaiannya. Pertama, masalah kesehatan pada keluarga yang dapat menyelesaikan sendiri masalahnya dan ini termasuk keluarga mandiri. Kedua, ada keluarga yang membutuhkan pendampingan petugas kesehatan untuk dapat menyelesaikan masalahnya dan ini perlu proses pemberdayaan keluarga. Ketiga, masih banyak keluarga di perdesaan yang tidak dapat menyelesaikan masalah kesehatannya, dan dalam proses penyelesaiannya membutuhkan bantuan dari luar keluarga.
Dalam proses pemilihan lokasi kemah bakti dapat dicari desa dengan keluarga yang masih memiliki masalah kesehatan baik yang termasuk kategori kedua atau ketiga. Dalam proses pemilihan calon desa yang akan menjadi lokasi kemah bakti tentu perlu menghubungi dan melibatkan instansi yang bertanggung jawab dalam pembangunan desa. Kalau di tingkat pusat dapat menghubungi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan atau Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes, PDT dan Trans).
Bila di tingkat daerah dan cabang dapat menghubungi pemerintah daerah dengan instansi yang mengurusi pembangunan desa. Juga tidak lepas dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat terlibat sejak awal karena hasil kemah bakti Saka Bakti Husada akan diserahkan dan ditindk-lanjuti oleh Puskesmas.
Model perkemahan ini telah dicoba dan sukses di Kabupaten Lampung Tengah (Provinsi Lampung) beberapa tahun lalu
dalam menyelenggarakan perkemahan bakti Saka Bakti Husada tingkat cabang dengan memilih desa yang banyak keluarganya memiliki masalah sanitasi dasar. Setelah diidentifikasi ternyata banyak keluarga yang memiliki masalah sanitasi seperti tidak memiliki jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang buruk, MCK yang buruk kondisinya, instalasi air bersih yang tidak memenuhi syarat, rumah yang tidak memiliki jendela, rumah yang kurang ventilasinya dan sebagainya.
Peserta didik berkemah di halaman rumah keluarga yang memiliki keluarga (umunya rumah di lokasi tersebut memiliki halaman luas)Kegiatan bakti fisik dan non fisik dilakukan di rumah keluarga tersebut yang ditempati sebagai lokasi kemah. Jadi tidak perlu alat angkut untuk membawa peserta didik ke lokasi bakti. Hal ini sangat efektif dan efisien dalam penyelenggaraan perkemahan bakti tersebut. Atas kerjasama dengan Puskesmas setempat, hasil bakti peserta kemudian diserahkan kepada Puskesmas untuk memantau dan menindak-lanjuti. Penting dalam proses pemilihan lokasi bakti fisik dan non fisik dengan melibatkan Puskesmas setempat sejak awal, karena pasca kemah bakti pastilah Puskesmas yang akan menindak-lanjuti apapun yang terjadi.
Model lainnya kemah bakti yang memilih lokasi desa bakti adalah Pertihusada VI Jawa tengah yang berlokasi di salah satu desa di Kabupaten Banyumas pada tanggal 8-14 September 2019 baru-baru ini. Bedanya dengan Lampung Tengah, Saka Bakti Husada Jawa Tengah memilih Desa Sambirata Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas yang sebagian lokasinya dekat dengan destinasi wisata.
Peserta didik tidak berkemah tetapi rumah penduduk menjadi tempat menginap (homestay) dan sekaligus keluarga tersebut ikut serta membantu memasakkan untuk konsumsi selama perkemahan. Sedangkan lapangan desa digunakan untuk acara pembukaan dan penutupan serta panggung seni yang setiap malam selama perkemahan menampilkan kreativitas seni dari kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Panggung seni tersebut menjadi ajang hiburan masyarakat Desa Sambirata tersebut yang sangat antusias menyambut baik perkemahan bakti tersebut.
Lokasi bakti fisik maupun non fisik dilakukan di desa tersebut dan desa sekitarnya. Kegiatan kemah bakti model ini ternyata membangkitkan partispasi masyarakat untuk memperbaiki dan mempercantik desanya. Sungguh luar biasa dan memang Pemerinah Kabupaten Banyumas sangat antusisme menyambut perkemahan tersebut dengan banyaknya dukungan yang mengalir untuk kebutuhan kemah bakti tersebut.
Model perkemahan secara konvesional yang membutuhkan lahan, sarana dan perlengkapan lainnya perlu diganti dengan alternatif lain sebagaimana yang dilakukan oleh Saka Bakti Husada Kabupaten Lampung Tengah maupun Saka Bakti Husada Jawa Tengah. Mungkin ada alternatif lainnya yang masih dapat dikembangkan oleh daerah dan cabang dalam menyelenggarakan kemah bakti. Jadi bukan alasan tak dapat menyelenggarakan kemah bakti karena tidak lahan perkemahan.
Hal ini mendorong perlu penyelenggaraan kemah bakti di daerah dan cabang yang belum pernah melakukan, untuk menyelenggrakan model kemah bakti seperti yang dilakukan di Jawa Tengah dan Lampung Tengah. Tentunya Dewan Kerja bersama Pimpinan Saka Bakti Husada setempat dapat memulai dengan memikirkan alternatif kemah bakti yang ikut berkontribusi dalam menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat.
Banyak masalah kesehatan yang perlu kontribusi Saka Bakti Husada dalam menyelesaikannya seperti masalah penyakit tidak menular, TB, demam berdarah, stunting, kesehatan ibu dan anak (KIA) dan sebagainya. Kini dengan adanya pandemi Covid19 menjadi masalah bila kita berkerumun, tentu kita tidak mengetahui kapan pandemik ini akan selesai. Semua kehidupan sehar-hari kita harus beradaptasi dengan kebiasan baru (AKB). Jadi alternatif lainnya kemah bakti dapat dilakukan dengan cara online dan hanya sedikit yang dapat berada di lapangan dengan memenuhi protokol kesehatan. Akhirnya, ayo lakukan GERMAS alias gerakan masyarakat untuk hidup sehat dimanapun, kapanpun dan ajak siapapun untuk menjadi masyarakat sehat menuju Indonesia Sehat Sejahtera.
(Kodrat Pramudho, www.kanal-kesehatan.com, 11 September 2020)