Peringati Hari Diabetes Internasional dengan Goals Kurangi Manis

“Nanti cara suntik insulnnya minta ajarin suster ya Mba?” Bu Dokter mengarahkan pasien diabetes rawat jalan yang datang dengan kadar glukosa 350 miligram/desiliter
Bukan mengiyakan arahan dokter, perempuan sekitar 35 tahun itu, justeru menangis.
Ya! Diabetes memang mengerikan, bahkan dapat membuat hancur harapan, meski ada obat untuk menurunkan kadar gula darah dan juga suntik insulin, Diabetes sudah terlanjur menjadi momok.
Penyakit Diabetes memang ditakuti tapi sayangnya masih sedikit masyarakat yang mau merubah gaya hidupnya agar jauh dari penyakit ini.
Tak heran jika dari data International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2019, penderita diabetes di Indonesia yang tidak terdiaknosa sekitar 7,9% mereka itu berada diantara usia 20-79 tahun, sementara Amerika Serikat tercatat 11,8% dan China menduduki peringkat pertama dengan 65,2% penderita diabetes di negaranya yang terdata tidak terdiaknosa.
Mengapa? Salah satunya karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit ini dan juga gaya hidup yang membuat penderita tidak sadar bahwa dirinya sudah masuk dalam pintu gerbang penyakit diabetes.
Setiap tanggal 14 November diperingati sebagai Hari Diabetes International, IDF Atlas tak henti melakukan pendataan dan juga penelitian termasuk kampanye kesehatan. Namun angka penderita setiap tahunnya makin bertambah. Indonesia pada data tahun 2017 menduduki peringkat keenam. Meski secara grafik pada tahun 2019 menurun satu peringkat, namun jumlah penderita justeru bertambah.
Gejala Diabetes
Penderita diabetes dikatakan tidak sadar bahwa dirinya menderita diabetes ketika dirinya merasa baik-baik saja. Meski tanda klasik seperti 3 P yakni polyuria (sering berkemih), polydipsia (sering haus), dan polyphagia (sering lapar) sudah dialami namun tiga hal tersebut masih dianggapnya biasa. Ketika sudah kehilangan berat badan secara drastis dan dalam waktu yang singkat, baru kepanikan muncul dan buru-buru memeriksakan diri ke dokter, kemudian gula darah sudah terlanjur tinggi.
Maraknya tren wisata kuliner adalah salah satu pemicu seseorang kelebihan asupan glukosa dan karbohidrat, hal itu seringkali tidak disadari. Karena gejala diabetes tidak nampak nyata. Padahal jika sudah berlebihan asupan jenis tersebut, dan tidak diimbangin dengan aktivitas yang membakar kalori, maka bisa jadi diabetes akan menyapa anda.
Yang Harus Dilakukan
Sulitnya lepas dari gaya hidup anak kuliner sekarang ini memang diakui. Saat minuman manis berkalori berlebih digandrungi hingga rela antri panjang untuk dapat meminumnya, masih belum cukup. Banyak yang masih melanjutkan makan jajanan tren lainnya yang semua memicu kelebihan glukosa dan karbohidat yang sangat berbahaya.
Belum lagi profesi Food Vlogger diminati dan semua merasa mampu mengkonsumsi makanan dengan cara yang sering kali berlebihan demi sebuah content.
Mulailah sadar, untuk memilih apa yang baik dan tidak baik untuk tubuh kita. Jika harus kongkow di café, janganlah pesan minuman manis, bertoping manis pula. Cobalah minuman yang lebih sehat dengan memesan jus tanpa pemanis buatan, dari buah yang sudah manis. Pesan minuman susu dengan campuran gula aren. Bahkan jika ingin sekali menyantap roti bakar full margarine dengan toping mengandung garam berlebih, makanlah dengan porsi sedikit. Sharing makanan dengan teman menjadi solusi asyik dan tetap menjaga asupan baik.
Batasi penggunaan gula pasir empat sendok makan atau setara dengan 50 gram dalam sehari, baik dalam kopi, teh atau dalam kandungan karbohidrat yang kita makan. Jika sudah dapat mengurangi gula pasir atau sebaiknya stop, cobalah beralih ke madu atau pemanis alami lain seperti gula aren. Jika langkah sederhana ini sudah menjadi life style Anda, tingkatkan dengan mengganti karbohidrat yang memiliki nilai glikemik rendah. Online shooping sekarang ini banyak menawarkan makanan sehat, milenials pasti lebih paham, jadikan segala sesuatu yang sehat sebagai gaya hidup dan karakter untuk orang lain mengenal anda.
Masih rela ngantri untuk minuman manis kekinian? Boleh aja, asal jangan kebanyakan, apalagi kurang gerak , karena olah raga seringkali menjadi penyelamat tubuh menjadi lebih sehat.
Jadikan pilihan mengurangi atau bahkan tanpa pemanis sebagai goals, paling tidak ini upaya nyata Anda menghindari Diabetes.
-dasuciana