Perkembangan PISPK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) sampai akhir 2018.

Implementasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK) terus melaju di seluruh wilayah di Indonesia. Ada yang cepat perkembangannya, namun ada juga yang masih tertatih-tatih karena berbagai kendala. Bagaimana gambaran perkembangannya sampai akhir Desember 2018 di semua provinsi? Inilah liputan kami.
Jumlah dan cakupan keluarga yang sudah dikunjungi
Secara nasional, jumlah keluarga yang telah dikunjungi, didata dan diinput ke aplikasi keluarga sehat adalah sebanyak : 27.324.495 keluarga, dengan rincian per provinsi dapat dilihat pada gambar di bawah ini/

Gambar 1. Jumlah keluarga yang telah dikunjungi menurut provinsi
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
Wajar bila provinsi dengan jumlah penduduk besar (Jatim, Jateng dan Jabar) menduduki peringkat teratas. Untuk DKI Jakarta jumlahnya sedikit karena mereka menggunakan aplikasi KPLDH (Ketuk Pintu Layani Dengan Hati) sehingga yang tercantum disini tidak menggambarkan yang sebenarnya. Kondisi di lapangan, sebenarnya jumlah keluarga yang sudah dikunjungi jauh lebih banyak dari yang tercata di aplikasi, karena banyak Puskesmas yang belum melakukan input data disebabkan berbagai kendala. Bila data tersebut dikonversi dalam bentuk cakupan keluarga yang sudah dikunjungi, gambarannya dapat dilihat berikut ini.

Gambar 2. Cakupan kunjungan keluarga menurut provinsi.
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
Tampak bahwa yang termasuk 5 besar cakupan kunjungan keluarga tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat, Bengkulu, Riau, Bangka Belitung dan Lampung. Sedangkan 5 provinsi terrendah adalah Provinsi Papua. Papua Barat, NTT, Maluku dan Sulawesi Utara. Untuk DKI Jakarta kedudukannya bukan terrendah, hanya tidak masuk dalam aplikasi keluarga sehat karena menggunakan aplikasi sendiri yaitu KPLDH (Ketuk Pintu Layanai Dengan Hati), yang jumlah indikatornya lebih banyak dari PISPK.
Indeks Keluarga Sehat (IKS)
Untuk pencapaian IKS (Indeks Keluarga Sehat) yang merupakan indikator komposit dari 12 indikator tersebut, gambarannya adalah sebagai berikut.

Gambar 3. Cakupan kunjungan keluarga menurut provinsi.
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
Secara nasional IKS Indonesia adalah 0,168 yang berarti hanya 16,8% keluarga yang tergolong sehat. Lima besar IKS tetinggi dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta, Bali, Di Yogyakarta, Kalimantan Timur dan Aceh. Sementara 5 provinsi terbawah adalah Maluku, Jambi, Lampung, NTT dan Riau.
Pencapaian 12 indikator keluarga sehat
Menarik untuk dilihat pencapaian 12 indikator keluarga sehat antar provinsi dibandingkan dengan pencapaiannya secara nasional. Untuk kawasan Sumatera, perbandingan pencapaian IKS dan 12 indikator keluarga sehat dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. IKS dan 12 indikator keluarga sehat di kawasan Sumatera
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
IKS tertinggi di kawasan ini adalah Provinsi Aceh (0,244) sementara terrendah adalah Jambi (0,109). Provinsi Aceh lebih maju dibanding provinsi lain di kawasan ini dalam hal cakupan keluarga yang telah menjadi anggota JKN (karena Pemda Aceh menanggung premi semua penduduknya) dan penanganan ODGJ. Penanggulangan gangguan stress pasca tsunami tampaknya berperan dalam penanganan ODGJ sehingga relatif menonjol dibandingkan provinsi lainnya. Namun untuk imunisasi dasar lengkap, Provinsi Aceh secara signifikan tertinggal dibanding provinsi lain. Untuk indikator anggota keluarga tidak merokok, Provinsi Bangka Belitung yang terbik (>50%) dibanding provinsi lainnya. Sementara indikator keluarga sehat lainnya tidak tampak perbedaan yang signifikan.
Untuk kawasan Jawa-Bali, perbandingan IKS dan 12 indikator keluarga sehat dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. IKS dan 12 indikator keluarga sehat di kawasan Jawa-Bali
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
Di kawasan ini Provinsi DKI Jakarta, Bali dan DI Yogyakarta mempunyai nilai IKS yang terbaik. Tampaknya cakupan keluarga yang telah menjadi JKN punya peran pada tingginya nilai IKS, 3 provinsi ini memang membiayai premi bagi penduduknya. IKS terrendah di kawasan Jawa-Bali adalah Banten karena banyak indikator keluarga sehat yang tertinggal dibanding provinsi lainnya.
Untuk kawasan Kalimantan, perbandingan nilai IKS dan 12 indikator keluarga sehat dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. IKS dan 12 indikator keluarga sehat di kawasan Kalimantan
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
Di kawasan Kalimantan, IKS tertinggi ditempati Provinsi Kalimantan Timur (0,263), tampaknya didukung oleh indikator keluarga yang menjadi anggota JKN, yang secara signifikan lebih tinggi dari provinsi lainnya. Provinsi Kalimantan Barat mempunyai IKS terrendah di kawasan ini, karena banyak indikator keluarga sehat yang memang lebih rendah dibanding provinsi lainnya.
Selanjutnya untuk kawasan Sulawesi, perbandingan nilai IKS dan pencapaian 12 indikator keluarga sehat dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. IKS dan 12 indikator keluarga sehat di kawasan Sulawesi
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
IKS terendah diduduki oleh Provinsi Sulawesi Barat (0,141) sementara tertinggi diduduki oleh Provinsi Sulawesi Selatan (0,199). Provinsi Gorontalo dengan cakupan anggota JKN yang tinggi, tetapi IKS-nya rendah, kemungkinan dipengaruhi oleh indikator pemberian ASI eksklusif yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya.
Untuk kawasan Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, perbadingan nilai IKS dan 12 indikator keluarga sehat dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. IKS dan 12 indikator keluarga sehat di kawasan Maluku, Nusa Tenggara dan Papua
Sumber: Aplikasi keluarga sehat, Januari 2019
Di kawasan ini semua provinsi mempunyai IKS di bawah nilai IKS nasional. Secara umum menunjukkan bahwa perlu kerja cerdas untuk mengejar ketertinggalan kawasan ini. Daerah geografis yang sulit dengan latar budaya yang beragam, merupakan tantangan tersendiri bagi para petugas kesehatan dalam menerapkan inovasi dan kreasi programnya.
Itulah gambaran pencapaian PISPK sampai akhir tahun 2018. Semoga di tahun 2019 ini terjadi percepatan perbaikan implementasi PISPK dalam bentuk intervensi program yang inovatif di lapangan.