Perkembangan PISPK di Kabupaten Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tanggal 3-5 Oktober 2018 saya bersama tim Balitbangkes (Kepala Puslitbang Sumberdaya dan Pelayanan Kesehatan, Ibu Made Dewi, Ibu Made Asri dan Ibu Unung) melakukan supervisi ke Kab. Sumba Barat untuk melihat implementasi PISPK di lapangan. Kamis, 4 Oktober 2018 dilakukan diskusi implementasi PISPK di Kabupaten Sumba Barat dengan pengelola program di Dinkes dan seluruh (10) Puskesmas. Topik pertama disajikan pengalaman implementasi PISPK oleh Puskesmas, kemudian diskusi. Acara dibuka dan ditunggui oleh Kepala Dinas Kabupaten Sumba Barat, Bapak Drg. Bonar B. Sinaga, MKes. Beliau sengaja hadir dalam diskusi sampai selesai, karena ingin mengetahui lebih detail mengapa Kab. Sumba Barat tertinggal jauh dengan Kabupaten lain.

Gambar 1. Drg. Bonar B Sinaga, MKes, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Sumba Barat
Saya selaku konsultan PISPK menyajikan tingkat pencapaian PISPK Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kab. Sumba Barat pada khususnya. Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, dari sisi cakupan masih sangat rendah baru sekitar 7,3% atau terrendah kedua setelah Provini Papua. (Catatan: Untuk DKI Jakarta menggunakan palikasi khusus KPLDH: Ketuk Pintu Layani Dengah Hati yang sudah tinggi cakupannya, namun karena belum link dengan aplikasi keluarga sehat, maka yang tercata di sini hanya sedikit).

Gambar 2. Cakupan kunjungan keluarga menurut provinsi
Sumber: Aplikasi keluarga sehat tanggal 3 September 2018
Sedangkan rincian cakupan kunjungan keluarga menurut kabupaten/kota adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Cakupan kunjungan keluarga menurut Kab/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tampak bahwa diantara kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Sumba Barat termasuk yang tertinggal, nomer 7 dari bawah dan baru mencapai 268 keluarga (1,07%). Jadi memang sangat tertinggal jauh bila dibandingkan dengan kab/kota lainnya di Indonesia.
Untuk nilai IKS Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 0,122 yang berati baru 12,2% keluarga yang tergolong sehat. Untuk rincian per kabupaten/kota, belum semua bisa ditampilkan karena cakupan kunjungan keluarga yang masih sedikit. Gambaran capaian IKS menurut kb/kota yang cakupan kunjungan keluarga relatif besar adalah sebagai berikut.

Gambar 3. IKS Provinsi dan beberapa Kab/Kota di Prov, NTT
Menilik kondisi dan capaiannya saat ini, untuk Kab. Sumba Barat kami mengusulkan hal-hal sebagai berikut:
- Percepat Puskesmas yang melakukan PISPK, dapat digunakan cara on the job training seperti yang dilakukan Dinkes Kab. Lampung Selatan. Jadi staf Puskesmas yang sudah dilatih bisa dimanfaatkan untuk melatih staf lainnya, sehingga jumlah staf yang melakukan PISPK bisa lebih banyak.
- Mengingat jaringan yang belum baik koneksi internetnya, sebaiknya digunakan aplikasi manual seperti aplikasi CSPro yang dikembangkan oleh peneliti Balitbangkes. Kebetulan di Waikabubak (Ibukota Kab. Sumba Barat) ada Loka Litbang Waikabubak yang bisa mendampingi setiap saat, termasuk dalam pengumpulan dan pengolahan data PISPK.
- Data hasil PISPK yang paling penting adalah untuk Puskesmas, agar segera tahu masalah kesehatan antar desa dan kemudian dilakukan intervensi yang sesuai dengan masalah di tiap desa.
- Segera dilakukan akselerasi kegiatan kunjungan keluarga agar cakupan kunjungan keluarga mencapai >30%, sehingga angkanya relatif stabil dan Kab. Sumba Barat mempunyai data dasar IKS dan 12 indikator KS. Data dasar ini penting untuk menentukan target selanjutnya, termasuk pengisian target dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Tahun 2020 – 2024, sehingga setiap tahun bisa dievaluasi apakah PISPK semakin maju atau masih jalan di tempat.

Gambar 4. Peserta diskusi PISPK, hadir dari seluruh 10 Puskesmas di Kab. Sumba Barat, NTT.
Keesokan harinya, tanggal 5 Oktober 2018 saya mengunjungi Puskesmas Lahi Huruk Kab. Sumba Barat, untuk berdiskusi dengan Pimpinan dan staf Puskesmas tentang implementasi PISPK di lapangan. PISPK di Puskesmas ini baru mulai dilaksanakan, kunjungan keluarga sudah mulai dijalankan di satu desa, baru menjangkau 180 keluarga dan sudah diinput 53 keluarga dengan hasil: sehat 9 keluarga, pra-sehat 33 keluarga dan tidak sehat 5 keluarga.

Gambar 5. Puskesmas Lahi Huruk, berfoto 3 peneliti dari Balitbangkes: Ibu Made Dewi, Ibu Made Ayu dan Mbak Unung.

Gambar 6. Staf Puskesmas sedang berkunjung ke salah satu keluarga, melakukan penyuluhan sekaligus pendataan kesehatan keluarga
Untuk Puskesmas Lahi Huruk saya menyampaikan masukan sebagai berikut:
- Gunakan cara sederhana untuk menghitung IKS dan cakupan indikator keluarga sehat, dengan cara manual lalu input data menggunakan CSPro yang sudah dikembangkan Badan Litbang Kesehatan
- Percepat kunjungan keluarga sehingga cakupannya bisa segera selesai pada 1 desa, lalu analisis hasilnya diurai menurut dusun. Ini merupakan pembelajaran merumuskan intervensi program yang berbeda antar dusun, sesuai dengan kondisi kesehatan dusun yang bersangkutan.
- Integrasikan semua program yang ada kunjungan lapangan, baik dari segi dana maupun tenaganya
- Tentukan target akhir Desember 2018, misalnya 2 desa selesai dilakukan kunjungan keluarga
- Tentukan target akhir Desember tahun2 selanjutnya
- Tentukan target IKS dan 12 indikator KS untuk tahun2 selanjutnya

Gambar 7. Tampak Ibu Made Dewi Susilowati selaku pendamping sedang memberikan arahan kepada staf Puskesmas yang melakukan kunjungan lapangan.
Demikian laporan pendampingan saya ke Dinas Kesehatan Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur.