SDKI 2017: TANDA KEMAJUAN PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KESEHATAN

Oleh : Dr.H.Abidinsyah Siregar,DHSM,Mkes
Redaktur Ahli pada Media Sosial kanal-kesehatan.com
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Senin pagi 18 Desember 2017 diwakili Bapak Sairi (Deputi Statistik dan Sosial), didampingi Sestama BKKBN Ir.Nofrijal,MA dan bu Nurma Direktur Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS, didepan forum pertemuan Pelaporan Pendahuluan Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, menyampaikan telah selesainya Survei SDKI 2017. Hasilnya menghadirkan rasa bersyukur dengan hasil terjadinya penurunan angka Total Fertility Rate (TFR) atau jumlah rerata anak pertiap keluarga Indonesia 2,4 dari semula 2,6. Angka 2,6 sudah terjadi sejak SDKI tahun 2002, 2007 dan 2012. Kesyukuran menjadi antiklimaks dari kekhawatiran stagnant selama ini.
Sairi menambahkan survei SDKI Tahun 2017 dilaksanakan dengan kualifikasi “world class”dengan tenaga surveyor yang juga handal dan terpilih sebagai “gold class”. Hal ini dilakukan karena sedemikian komplikatif nya kuesioner, variabel, responden dan medan survei. Sampel dipilih dalam 3 tahap, dimulai dari tahap 1 pemilihan Primary Sample Unit (PSU), kemudian pada tahap ke-2 memilih sebuah Block Sensus (BS) dari setiap PSU, dan pada tahap ke-3 memilih 25 rumah tangga biasa disetiap BS secara sistematik dari hasil pemutakhiran rumah tangga. Dari 3 data sasaran survei yang ditemukan, maka Rumah tangga yang diwawancarai (47.963) dari sejumlah yang terdata (48.216) dicapai respons rate sebesar 99,47%; kemudian Wanita yang diwawancarai mencapai Respons rate 97,80% dan Pria yang diwawancarai mencapai Respons rate 95.09%. Ketiga response rate tersebut melampaui capaian pada SDKI 2012. Adapun latar belakang responden yakni Wanita Usia Subur (WUS) dan pria menikah yang tinggal di perkotaan dan pedesaan, tingkat pendidikan, golongan usia mulai 15 tahun hingga 54 tahun, serta Status pernikahan.
Data lain yang terkumpul dan diolah adalah Rate Fertilitas pertiap Provinsi, Pengetahuan tentang kontrasepsi. Ada hal yang menarik dalam pilihan penggunaan kontrasepsi yakni pendekatan tradisional, yakni berdasarkan pengetahuan dan pengalaman pasangan usia subur, artinya tidak menggunakan alokon program KB. Data lainnya rate jenis kontrasepsi yang digunakan ditiap Provinsi, unmeet need kontrasepsi, kematian bayi berdasarkan usia (prenatal hingga balita), indikator Ibu, status immunisasi, pengetahuan wanita dan pria menikah tentang HIV/AIDS, dan juga pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Bu Nurma menggambarkan proses kerja pengumpulan data hingga pengolahan yang melibatkan berbagai Kementerian/Lembaga terkait seperti BKKBN dan Kementerian Kesehatan serta Bappenas. Dan kemudian penyusunan Laporan Pendahuluan ini untuk meminta masukan lebih mendalam guna menjadi pengayaan dan penyempurnaan dalam penyelesaian Laporan akhir/final SDKI 2017.
Hadir dalam pertemuan tersebut sejumlah pejabat eselon 1 dan eselon 2 BPS, hampir semua eselon 1 BKKBN dan eselon 2 terkait serta 2 (dua) orang Ahli Utama BKKBN yakni DR.Wendy Hartanto,MA dan Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MKes. Disamping juga hadir sejumlah pejabat Kementerian Kesehatan, Bappenas, dll.
Sekretaris Utama BKKBN Ir.Nofrijal,MA memberikan apresiasi yang tinggi serta penghargaan atas kerja keras dan juga cepat sehingga hasil SDKI 2017 sudah dapat diketahui hasilnya masih dalam kurun waktu tahun yang sama yakni 2017. Hasilnya tentu menggembirakan karena selama ini TFR berdasarkan SDKI mengalami stagnant selama 10 tahun sejak 2002 hingga 2012. Kegembiraan kedua, dengan diketahui lebih awal hasil SDKI, maka agenda kegiatan dan anggaran 2018 dapat diarahkan perencanaannya sesuai amanat Bapak Presiden RI, yaitu money follow program.
KEMAJUAN PROGRAM
Dari paparan data sementara (preliminary), terungkap bahwa bukan hanya Total Fertility Rate (TFR) yang mengalami kemajuan berupa penurunan dari 2,6 (SDKI 2012) menjadi 2,4 pada SDKI 2017, namun juga penurunan pada rerata pengguna kontrasepsi (General Fertility Rate) pada semua kelompok usia produktif dikota dan di desa dari 88,0 (SDKI 2012) menjadi 80,0 (SDKI 2017). Demikian pula halnya Angka Kelahiran kasar (Crude Birth Rate atau CBR) juga menurun dari 20,4 (SDKI 2012) menjadi 18,1 pada SDKI 2017.
Masukan dari BKKBN dan Kementerian Kesehatan serta penjelasan BPS cukup banyak, dinamis dan juga kritis. Hal ini disepakati sebagai upaya menampilkan hasil final yang bersih, jelas, shahih dan mudah difahami.
Ahli Utama BKKBN Dr.Abidinsyah Siregar selain memberikan apresiasi atas prestasi BPS dalam penyelenggaraan SDKI 2017 dengan desain dan surveyor handal memberikan keyakinan akan hasil survei tersebut. Abidin juga melihat adanya keterkaitan dalam SDKI 2017 bahwa penurunan TFR ternyata diikuti dengan penurunan angka kematian bayi (Infant Mortality) serta peningtan pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan serta peningkatan penggunaan Air Susu Ibu (ASI). Hal ini menunjukkan tren sukses program 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000HPK).
Namun Abidin juga mengingatkan agar tidak terbuai dengan angka nasional, yang tampaknya hampir disemua indikator dan variabel mengalami perbaikan. Abidin menyarankan dalam finalisasi dokumen pelaporan SDKI 2017, sejalan dengan prinsip Otonomi Daerah, agar dalam paparan hasil Data Final SDKI 2017 diuraikan semua variabel kedalam setiap Provinsi. Dengan demikian tiap provinsi dapat melakukan kajian program dan perencanaan program semakin tajam dengan mengandalkan dokumen Grand Design Pembangunan Berwawasan Kependudukannya masing-masing, serta kelembagaan otonomnya yakni Dinas Pengendalian Kependudukan dan KB yang baru dibentuk pada tahun 2017.
STRATEGI PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
Dengan hasil (sementara) SDKI 2017, jajaran BKKBN perlu segera melakukan kajian mendalam untuk mengoptimalkan penurunan TFR ini, dengan mempertegas konsep “Nilai Anak”, sehingga setiap keluarga Indonesia sejak dini dapat memahami konsep Keluarga Berencana secara bertanggungjawab disatu sisi, dan kemampuan program BKKBN untuk mengawal dan memfasilitasi terwujudnya generasi emas sebagai pilar ketahanan keluarga menuju Keluarga Sejahtera.
Pendekatan inklusif (merangkul dan membangun kemitraan) menjadi amat penting. Tidak sekedar membuat dokumen saling pengertian (Memorandum Of Understanding) tetapi dengan advokasi yang handal dan berani, BKKBN diharapkan mampu mengajak dan menggerakkan pemangku kepentingan formal dan informal, sesuai dengan pemetaan masalah dan peluang yang ada, agar keberhasilan program bisa dicapai cepat dan bermakna.
Keberhasilan menata kependudukan serta mengelola Bonus Demografi dengan baik dan tepat, akan mempercepat proses menuju Negara Sejahtera. Pemerintahan Negara harus memiliki kesempatan dan sumberdaya handal untuk mewujudkan cita-cita pembangunan yang menjadi amanat baginya. Pertumbuhan ekonomi akan defisit manakala faktor kuantitas manusia tidak diperhitungkan dan diantisipasi. Tidak ada Negara mencapai kesejahteraan dengan hanya mengandalkan pertumbuhan Ekonomi semata, tetapi secara bersamaan yaitu Kesehatan/KB, Pertumbuhan Ekonomi dan Pendidikan. Pencapaian Kesehatan dan KB ditandai dengan bertambahnya Umur Harapan Hidup. Dan tentu pertambahan Umur Harapan Hidup berawal dari konsep setiap anak bangsa memahami Keluarga Berencana dan menjaga kualitas melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Selamat bagi BPS, BKKBN dan Kementerian Kesehatan atas prestasi pencapaian programnya, sehingga menurunkan TFR sekaligus memberi peluang bagi Pemerintah untuk mewujudkan semua agenda kesejahteraan yang menjadi amanat baginya. Selamat datang Indonesia sejahtera (Abidin).
*) Dr.H.Abidinsyah Siregar,DHSM,Mkes
Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia
Unsur Pemerintah (Kementerian Kesehatan)
Masa Kerja 2013-2016 dan 2016-2019